BAB II
A.
Pengertian Teori Retorika
Kata retorika merupakan konsep untuk menerangkan
tiga seni penggunaan bahasa persuasi yaitu : etos,patos, dan logos.
Dalam artian sempit, retorika dipahami sebgai konsep yang berkaitan dan seni
berkomunikasi lisan berdasarkan tata bahasa, logika, dan dialektika yang baik
dan benar untuk mempersuasi public dengan opini. Dalam artian luas, retorika
berhubungan dengan diskursus komunikasi manusia.
Para pakar retorika lainnya adalah Isocrates dan
Plato yang kedua-duanya dipengaruhi Georgias dan Socrates. Mereka ini
berpendapat bahwa retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk
menjadi pemimpin. Plato yang merupakan murid utama dari Socrates menyatakan
bahwa pentingnya retorika adalah sebagai metode pendidikan dalam rangka
mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi
rakyat.
Puncak peranan retorika sebagai ilmu pernyataan antar
manusia ditandai oleh munculnya Demosthenes
dan Aristoteles dua orang pakar
yang teorinya hingga kini masih dijadikan bahan kuliah di berbagai perguruan
tinggi.
Menurut Plato, retorika adalah seni para retorikan
untuk menenangkan jiwa pendengar. Menurut Aristoteles, retorika adalah
kemampuan retorikan untuk mengemukakan suatu kasus tertentu secara menyeluruh
melalui persuasi.
Dari simpulan diatas, retorika didefinisikan sebagai
seni membangun argumentasi dan seni berbicara (the art of constructing arguments and speechmaking). Dalam
perkembangannya retorika juga mencakup proses untuk “menyesuaikan ide dengan
orang dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan”.
- Konsep Teori Retorika
Teori retrorika adalah sebuah
teknik pembujuk rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan
melalui karakter pembicara, emosional atau argumen. Dalam kegiatan bertutur yang
dilakukan orang dalam kehidupan bersama, bermasyarakat dan berbudaya, orang
selalu terlibat dengan masalah-masalah retorika. Setiap orang memanfaatkan
retorik ini menurut kemampuannya masing-masing. Ada yang memanfaatkannya secara
spontan atau yang sudah ditata, ada yang mengikuti cara-cara pemanfaatan yang
sudah menjadi tradisi dan ada pula yang memanfaatkannya dengan penuh perhitungan
atau secara terencana.
Retorika
memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap kegiatan bertutur. Dikatakan
demikian karena Retorik di satu pihak memberikan gambaran pemahaman yang lebih
baik tentang manusia dalam hubungannya dengan kegiatan bertuturnya, sedangkan
di pihak lain retorik membimbing orang membuat tuturnya lebih gamblang, lebih
memikat dan lebih meyakinkan.
C.
Asumsi-asumsi Teori Retorika
Ada 2 asumsi yang
terdapat teori retorika, yaitu :
a. Public speaker atau pembicara yang efektif perlu
mempertimbangkan khalayak mereka. Asumsi ini mengarah kepada konsep analisis
khalayak (audience analysis).
b. Public speaker atau pembicara yang efektif menggunakan
sejumlah bukti-bukti dalam presentasinya. Bukti-bukti yang dimaksudkan ini
merujuk pada cara-cara persuasi yaitu :
1.
Ethos adalah tampilan
karakter dan kredibilitas pembicara yang dapat mempersuasi audiens sehingga
mereka peduli dan percaya kepada pembicara. Kini, etos merupakan metode yang
paling efektif untuk membentuk karakter pembicara sebagai persuader yang
membangkitkan sikap kritis audiens agar mereka percaya terhadap berbagai
argument yang dia ucapkan. Jadi seorang pembicara merupakan seseorang yang
menguasai subjek pembicaraan, dan hanya dia pula yang dianggap sangat
berpengalaman menjawab dan membahas berbagai pertanyaan dari audiens.
2.
Pathos adalah keterampilan
pembicara untuk mengelola emosi ketika ia berbicara didepan public. Pada umunya
para retorik ketika berpidato memakai metafora(perumpamaan), amplification(seni
menampilkan suara baik dalam volume maupun intonasi), storytelling(pesan yang
disampaikan dengan tuturan) yang menggugah perasaaan audiens.
3.
Logos adalah pengetahuan
yang luas dan mendalam tentang apa yang akan dikomunikasikan, dimana struktur
pesan yang akan disampaikan itu harus logis dan rasional dan berbasis pada
kekuatan argumentasi, dan pesan ini harus disampaikan secara induktif dan
deduktif. Yang dimaksud dengan inductive
reasoning adalah penyampaian pesan berdasarkan historis dan hipotesis,
sehingga membuat audiens dapat menarik kesimpulan umum. Sedangkan deductive reasoning adalah menghendaki
agar seorang persuader merumuskan pesan dalam bentuk proposisi umum, sehingga
membuat audiens dapat menarik kesimpulan-kesimpulan khusus.
D.
Hukum
Retorika
Hal penting yang menjadi perhatian utama dari
tradisi retorika ini terdapat lima hukum atau ajaran atau kanon(canon)
retorika, yaitu :
1. Penciptaan (Invention)
Pengertian penciptaan sudah meluas dan mengacu
pada pengertian konseptualisasi, yaitu proses pemberian makna terhadap data melalui
interpretasi. Ini berarti suatu pengakuan terhadap fakta, bahwa kita tidak
sekedar menemukan apa yang ada tetapi menciptakannya melalui kategori
interpretasi yang kita gunakan. Menurut Quintilian, invention adalah menetapkan
semacam “titik masuk” dari orasi, biasanya berdasarkan argumentasi orator.
2. Pengaturan (Arrangement)
Pengaturan adalah proses mengorganisasi symbol
yaitu mengatur informasi yang terkait dengan hubungan diantara manusia, symbol,
dan konteks yang terlibat. Bisa juga diartikan kemampuan untuk menyatukan,
mengintegrasikan, dan merangkul semua pihak yang beranekaragam dalam audiens.
Menurut Quintilian, arrangement adalah orator menetapkan bagaimana harus
memulai orasi dengan membuat disposisi atau mengelompokkan gagasan yang diduga
dapat menimbulkan efek bagi audiens.
3. Gaya (Style)
Gaya adalah segala hal yang terkait dengan
bagaimana cara menyampaikan atau presentasi symbol, mulai dari pemilihan sistem
symbol hingga makna yang kita berikan terhadap symbol termasuk perilaku
simbolis mulai dari kata dan tindakan, pakaian yang dikenakan hingga perabotan
yang digunakan. Bisa juga diartikan gaya beretorika secara langsung maupun
tidak langsung, atau melalui media massa dan tokoh masyarakat. Menurut
Quintilian, gaya adalah orator menetapkan struktur orasi kedalam gaya dan
presentasi, agar dia mengetahui bagaimana cara mempresentasikan suatu orasi.
4. Penyampaian (Delivery)
Penyampaian merupakan perwujudan symbol
kedalam bentuk fisik yang mencakup berbagai pilihan mulai dari nonverbal,
bicara, tulisan hingga pesan yang diperantarai. Yang juga diartikan kemampuan
retorikan untuk membagi dan menyebarluaskan informasi. Menurut Quintilian,
penyampaian merupakan aktivitas penyampaian pidato yang memperhatikan semua
tahapan.
5. Ingatan (Memory)
Ingatan adalah apa yang disampaikan, baikk
lisan maupun tertulis termasuk yang terekam dalam ingatan. Ingatan tidak lagi
hanya mengacu kepada ingatan sederhana terhadap suatu pidato atau ucapan namun
mengacu kepada sumber ingatan budaya yang lebih luas terrmasuk juga proses
persepsi yang mempengaruhi bagaimana kita memperoleh dan mengolah informasi.
Menurut Quintilian, ingatan adalah orator mulai menghafal dan mengingat kembali
elemen-elemen dasar dari teks orasi untuk dipresentasikan.
Dari lima kanon/hukum retorika ini, maka
sebelum berbicara maka pembicara(rhetor) harus menemukan ide atau gagasan,
bagaimana mengorganisasikan gagasan, bagaimana membingkai gagasan kedalam
bahasa, menyampaikan gagasan dan akhirnya bagaimana agar apa yang disampaikan
itu dapat menjadi ingatan bagi orang yang menerimanya.
Tidak peduli dalam pilihan symbol dan medium
yang digunakan, retorika selalu melivatkan seorang rhetor atau pengguna symbol,
yang menciptakan teks yang ditujukan kepada audiens tertentu, tergantung pada
berbagai situasi yang dihadapi.
- Macam-Macam Cara Memanfaatkan Retorika
Pada dasarnya ada tiga macam cara orang memanfaatkan retorika, yang
antara lain:
- Secara Spontan atau Intuisif
Dalam
kehidupan bertutur sehari-hari, pada umumnya orang memanfaatkan retorika itu
secara spontan. Lebih-lebih lagi kalau topik tuturnya hanya merupakan topik
basa-basi saja, atau masalah-masalah lain yang sedang ngetren dalam pergaulan sehari-hari. Dalam situasi serupa ini,
penutur tidak begitu banyak menghabiskan waktu dan tenaganya untuk memilih
materi bahasa, karena hanya bersifat spontan saja, dan memang situasi tutur
memungkinkan mereka bertindak demikian.
- Secara Tradisional atau Konvensional
Ada masa-masa
bahwa kebanyakan orang mengikuti tradisi bertutur seperti yang sudah digariskan
oleh generasi yang terdahulu. Dengan kata lain, tradisi itu akhirnya menjadi
tradisi yang ditaati turun-temurun. Misalnya para pujangga untuk menggambarkan
seorang gadis cantik, digunakanlah ungkapan-ungkapan klise: “badannya langsing
bagai pohon pinang; wajahnya bagai bulan purnama; matanya seperti bintang
timur; hidungnya bak dasung tunggal; mulutnya laksana delima merekah dan
seterusnya.”
Pemanfaatan
retorika secara tradisional, bukan hanya ada pada masa-masa lampau saja. Di
tengah-tengah kehidupan modern sekarang ini pun masih berkembang
kebiasaan-kebiasaan bertutur yang tradisional. Misalnya saja dalam rapat-rapat
atau pertemuan-pertemuan formil lainnya, sementara orang yang diberi kesempatan
berbicara merasa perlu menyebut nama deretan pejabat yang hadir; mengucapkan
terima kasfih banyak-banyak atas kesempatan yang diberikan; dan lain
sebagainya. Kebiasaan yang demikian ini agaknya sudah mentradisi dalam bertutur
resmi pada dewasa ini.
- Pemanfaatan Retorika Secara Terencana
Yang
dimaksudkan pemanfaatan terencana dalam hal ini ialah penggunaan retorika yang
direncanakan sebelumnya secara sadar diarahkan ke suatu tujuan yang jelas.
Misalnya bidang politik, bidang usaha/ekonomi, karyawan bahasa, bidang kesenian
bidang pendidikan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh adalah seorang yang
berceramah ataupun sedang berorasi.
Sebagai pemuka retorika Cicero mengembangkan
kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurut Cicero sistematika retorika mencakup
dua tujuan pokok yang bersifat “suasio” (anjuran) dan “dissuasio” (penolakan).
Orator termashur itu menyatakan bahwa ketika
mempengaruhi khalayak dengan orator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan
kebenaran dan kesulitan. Retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagai
berikut:
a. Investio
Investio
berarti mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh
disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus
kepada upaya-upaya:
1) Mendidik
2) Membangkitkan kepercayaan
3) Menggerakkan perasaan
b. Ordo collocatio
Ordo
collocatio berarti penyusunan pidato. Disini sang orator dituntut kecakapan
mengolah kata-kata mengenai aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan mana yang
terpenting, penting, kurang penting dan tidak penting. Dalam hubungan ini
susunan pidato secara sistematis terbagi menjadi:
1) Exordium (pendahuluan)
2) Narration (pemaparan)
3) Conformation (peneguhan)
4) Reputation (pertimbangan)
5) Peroration (penutup)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kata retorika
merupakan konsep untuk menerangkan tiga seni penggunaan bahasa persuasi yaitu :
etos,patos, dan logos. Dalam artian sempit, retorika dipahami sebgai konsep yang
berkaitan dan seni berkomunikasi lisan berdasarkan tata bahasa, logika, dan
dialektika yang baik dan benar untuk mempersuasi public dengan opini. Dalam
artian luas, retorika berhubungan dengan diskursus komunikasi manusia.
Teori retrorika adalah sebuah teknik pembujuk rayuan secara
persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara,
emosional atau argumen. Dalam kegiatan bertutur yang dilakukan orang dalam
kehidupan bersama, bermasyarakat dan berbudaya, orang selalu terlibat dengan
masalah-masalah retorika.
Tiga bukti untuk merujuk ke cara-cara persuasi adalah ethos,
phatos dan logos. Lima hukuum retorika atau kanon retorika yaitu : penciptaan (Invention), pengaturan
(Arrangement), gaya (style), penyampaian (delivery) dan ingatan
(memory).
Pada dasarnya ada tiga macam cara
orang memanfaatkan retorika, yang antara lain: secara spontan atau intuisif, secara
konvensional dan tradisional, pemanfaatan retorika secara terencana.
Retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap adalah investio dan ordo collocation.
thanks :) bermanfaat
ReplyDelete