Hal-Hal Yang Tidak
Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum karena lupa, keliru (maksudnya, mengira sudah waktunya
buka ternyata belum) atau terpaksa. Tidak wajib mengqodho’-nya ataupun membayar
kafarat, sebagaimana sabda NabiShalallahu ‘Alaihi Wasallam
”Barangsiapa yang lupa sedangkan ia berpuasa, lalu ia makan dan minum,
maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya
makan dan minum.” (Muttafaq ’alayhi).
Dan sabda beliau, ”Sesungguhnya Allah mengangkat (beban taklif) dari
umatku (dengan sebab) kekeliruan, lupa dan keterpaksaan.” (Shahih, HR
Thabrani).
2. Muntah tanpa disengaja, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
”Barangsiapa yang mengalami muntah sedangkan ia dalam keadaan puasa maka
tidak wajib atasnya mengqodho’.” (Shahih, HR Hakim).
3. Mencium isteri, baik untuk orang yang telah tua maupun pemuda selama
tidak sampai menyebabkan terjadinya jima’.
Dari ’Aisyah Radhiyallahu Anha beliau berkata, ”Rasulullah pernah
menciumi (isteri-isteri beliau) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa, beliau
juga pernah bermesraan sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Namun beliau
adalah orang yang paling mampu menahan hasratnya,” (muttafaq ’alayhi).
4. Mimpi basah di siang hari walaupun keluar air mani.
5. Keluarnya air mani tanpa sengaja seperti orang yang sedang berkhayal
lalu keluar (air mani).
6. Mengakhirkan mandi janabat, haidh atau nifas dari malam hari hingga
terbitnya fajar. Namun yang wajib adalah menyegerakannya untuk menunaikan
shalat.
7. Berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam rongga hidung) secara
tidak berlebihan, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Laqith bin Shabrah,
أَسْبِغْ الْوُضُوءَ
وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
صَائِمًا
”Sempurnakan wudhu’ dan sela-selailah jari jemari serta hiruplah air
dengan kuat (istinsyaq) kecuali apabila engkau sedang berpuasa.” (Shahih,
HR ahlus sunan).
8. Menggunakan siwak kapan saja, dan yang semisal dengan siwak adalah sikat
gigi dan pasta gigi, dengan syarat selama tidak masuk ke dalam perut.
9. Mencicipi makanan dengan syarat selama tidak ada sedikitpun yang masuk
ke dalam perut.
10. Bercelak dan meneteskan obat mata ke dalam mata atau telinga walaupun
ia merasakan rasanya di tenggorokan.
11. Suntikan (injeksi) selain injeksi nutrisi dalam berbagai jenisnya.
Karena sesungguhnya, sekiranya injeksi tersebut sampai ke lambung, namun
sampainya tidak melalui jalur (pencernaan) yang lazim/biasa.
12. Menelan air ludah yang berlendir (dahak), dan segala (benda) yang tidak
mungkin menghindar darinya, seperti debu, tepung atau selainnya
(partikel-partikel kecil yang terhirup hingga masuk tenggorokan dan sampai
perut, pent.).
13. Menggunakan obat-obatan yang tidak masuk ke dalam pencernaan seperti
salep, celak mata, atau obat semprot (inhaler) bagi penderita asma.
14. Gigi putus, atau keluarnya darah dari hidung (mimisan), mulut atau
tempat lainnya.
15. Mandi pada siang hari untuk menyejukkan diri dari kehausan, kepanasan
atau selainnya.
16. Menggunakan wewangian di siang hari pada bulan Ramadhan, baik dengan
dupa, minyak maupun parfum.
17. Apabila fajar telah terbit sedangkan gelas ada di tangannya, maka
janganlah ia meletakkan-nya melainkan setelah ia menyelesaikan hajat-nya, sebagaimana
sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam,
إِذَا سَمِعَ
أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ
حَاجَتَهُ مِنْهُ
”Apabila salah seorang dari kalian telah mendengar adzan dikumandangkan
sedangkan gelas masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya
sampai ia menyelesaikan hajat-nya tersebut.” (Shahih, HR Abu Dawud).
18. Berbekam, “karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berbekam sedangkan beliau
dalam keadaan berpuasa.” (muttafaq ’alayhi). Adapun hadits yang
berbunyi,”Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” (Shahih, HR
Ahmad) maka statusnya mansukh (terhapus) dengan hadits sebelumnya dan
dalil-dalil yang lainnya.
Ibnu Hazm berkata, ”Hadits ”orang yang membekam dan dibekam batal puasanya”
adalah shahih tanpa diragukan lagi, akan tetapi kami mendapatkan di dalam
hadits Abu Sa’id, ”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan keringanan berbekam
bagi orang yang berpuasa” dan sanad hadits ini
shahih sehingga wajib
menerimanya.
Oleh sebab keringanan (rukhshah) itu terjadi setelah ’azimah (ketetapan),
maka (hal ini) menunjukkan atas dinaskh (dihapusnya) hadits yang menjelaskan
batalnya puasa karena bekam, baik itu orang yang membekam maupun yang dibekam.”
(Lihat Fathul Bari 4:178).
0 comments:
Post a Comment