Hakikat Manusia sebagai Komunikasi
Wilbur Schramm
mengatakan bahwa komunikasi adalah sebagai berikut :
“today we might define
communication simply by saying that it is the sharing of an orientation toward
a set of informational signs”.
Dari apa yang dikemukakan oleh Schramm di atas
dapat dikatakan bahwa hakikat komunikasi adalah penyampaian pesan dengan menggunakan
lambang (simbol) tertentu, baik verbal maupun non verbal, dengan tujuan agar
pesan tersebut dapat diterima oleh penerima (audience). Dengan demikian hakikat
komunikasi adalah “sharing” yang artinya pesan yang disampaikan sumber dapat
menjadi milik penerima, atau dalam dunia pendidikan dan pembelajaran dikatakan
agar pesan pembelajaran yang disampaikan guru dapat diserap oleh
murid-muridnya.
Proses
belajar-pembelajaran dapat dipandang sebagai suatu proses komunikasi dengan
pengertian bahwa pesan pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diterima
(diserap) dengan baik atau dapat dikatakan menjadi “milik” murid-murid. Schramm
mengingatkan bahwa untuk dapat mencapai “sharing” antara sumber dan penerima
atas pesan yang disampaikan, perlu adanya keserupaan atau kemiripan medan
pengalaman sumber dan medan pengalaman penerima. Ini dimaksudkan agar lambang
yang digunakan oleh sumber benar-benar dapat dimengerti oleh murid-murid
(penerima), karena sumber dan penerima mempunyai medan pengalaman yang serupa
atau hampir sama. Apabila lambang yang digunakan sumber terlalu sulit bagi daya
tangkap penerima, maka sharing yang diinginkan jauh dari tercapai.
Harus selalu disadari para guru bahwa kegiatan
komunikasi atau pembelajaran yang dilakukan adalah kegiatan yang hanya
memberikan pengalaman tidak langsung (vicarious experiences) kepada
murid-murid, karena menggunakan lambang-lambang (terutama lambang verbal) untuk
menyampaikan pesan pembelajaran. Sebab itu lambang verbal yang bersifat amat
abstrak yang digunakan harus digunakan dengan ekstra hati-hati, diantaranya
dengan memilih lambang verbal yang dapat dipastikan dapat dimengerti dengan
baik oleh murid-murid, sehingga dapat diterima dan di-shared antara guru dan
murid dengan sebaik-baiknya.
Kegiatan
“encoding” dan “decoding” dalam proses belajar-pembelajaran
Dalam setiap
kegiatan komunikasi terdapat dua macam kegiatan yaitu “encoding” dan
“decoding”. Encoding adalah kegiatan yang berkaitan dengan pemilihan
lambang-lambang yang akan digunakan dalam kegiatan komunikasi oleh komunikator
(oleh guru dalam kegiatan pembelajaran). Terdapat dua persyaratan yang harus
diperhatikan untuk melakukan kegiatan “encoding” ini yaitu :
1. dapat
mengungkapkan pesan yang akan disampaikan ; dan
2. sesuai
dengan medan pengalaman audience atau penerima, sehingga memudahkan penerima
didalam menerima isi pesan yang disampaikan.
Salah satu
kemampuan profesional seorang guru adalah kemampuan melakukan kegiatan
“encoding” dengan tepat, sehingga murid-murid memperoleh kemudahan di dalam
menerima dan mengerti materi/bahan pelajaran yang merupakan pesan pembelajaran
yang disampaikan guru kepada murid.
Sedang
kegiatan “decoding” adalah kegiatan dalam komunikasi yang dilaksanakan oleh
penerima (audience, murid), dimana penerima berusaha menangkap makna pesan yang
disampaikan melalui lambang-lambang oleh sumber melalui kegiatan encoding di
atas. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa kagiatan “decoding” ini sangat
ditentukan oleh keadaan medan pengalaman penerima sendiri. Keberhasilan
penerima di dalam proses “decoding” ini sangat ditentukan oleh kepiawaian
sumber di dalam proses “encoding” yang dilakukan, yaitu di dalam memahami latar
belakang pengalaman, kemampuan, kecerdasan, minat dan lain-lain dari penerima.
Adalah sama sekali keliru apabila di dalam proses komunikasi sumber melakukan
proses “encoding” berdasarkan pada kemauan dan pertimbangan pribadi tanpa
memperhatikan hal-hal yang terdapat pada diri penerima seperti yang sudah
disebutkan di atas, yang dalam hal ini terutama adalah medan pengalaman mereka.
Media
pembelajaran dapat digunakan dalam dua macam cara dalam proses
belajar-pembelajaran, yaitu :
(1) Sebagai alat peraga atau
alat bantu pembelajaran ; yang dimaksud disini adalah bahwa alat peraga
digunakan oleh guru untuk menjelaskan materi pelajaran yang disampaikan kepada
murid-murid. Materi yang disampaikan ke murid menjadi bertambah jelas dan
konkrit, hingga membuat murid menjadi bertambah mengerti apa yang disampaikan
oleh guru. Dengan demikian “sharing” yang diinginkan dalam setiap kegiatan
komunikasi (termasuk komunikasi dalam proses belajar-pembelajaran) dapat
dicapai. Sebenarnya pentingnya penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran
ini adalah merupakan akibat suatu gerakan pada tahun 1920-an di Amerika Serikat
yang diberi nama “Visual Instruction” yang dilanjutkan dengan “Audio Visual
Instruction Movement” yang mengajak para pendidik untuk menggunakan gambar,
chart, diagram dan semacamnya bahkan sampai benda-banda yang nyata dalam proses
pembelajaran agar pembelajaran menjadi lebih konkrit untuk dimengerti oleh
murid-murid.
(2) Cara kedua, pemanfaatan
media pembelajaran dalam proses belajar dan pembelajaran adalah sebagai sarana
atau saluran komunikasi. Media atau alat peraga dapat berfungsi sebagai sarana
untuk menyampaikan pesan pembelajaran, dalam hal ini terutama oleh media
belajar mandiri (self instructional materials), seperti modul, Computer
Assisted Instruction (CAI) dan sebagainya. Oleh adanya kemampuan sebagai sarana
atau saluran komunikasi ini, maka dapat dilaksanakan inovasi dalam jaringan
belajar, yaitu apa yang disebut dengan sekolah terbuka, misalnya Universitas
Terbuka (UT), SMP/SMA terbuka, BJJ (Belajar Jarak Jauh) dan sebagainya. Pada
hakikatnya sekolah terbuka ini memanfaatkan penggunaan media belajar mandiri (self
instructional materials) untuk melaksanakan kegiatan belajar siswa dengan
bimbingan yang minimal dari guru pembimbing.
Oleh karena
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran secara tatap muka masih cukup dominan
dalam sistem pendidikan di manapun juga, termasuk di Indonesia, maka cara yang
pertama penggunaan media pembelajaran, yaitu sebagai alat bantu belajar dan
pembelajaran agar penyampaian pesan pembelajaran menjadi bertambah jelas dan
konkrit, patut mendapatkan perhatian oleh semua guru disemua tingkatan pendidikan
(TK, SD, SLTP, SMA, SMK bahkan juga Perguruan Tinggi). Memang penggunaan alat
peraga tersebut makin diperlukan bagi anak-anak usia muda, karena makin muda
usia anak, makin bersifat konkrit, berhubung dengan pengalamannya juga masih
terbatas.
Gangguan
(Noise) Dalam Proses Belajar dan Pembelajaran
Dalam
komunikasi dapat dijumpai adanya gangguan (noise) yang dapat menghalangi
tercapainya “sharing” yang dikehendaki. Begitu juga dalam proses pembelajaran
dapat terdapat “noise” yang dapat menghambat diserapnya pesan pembelajaran yang
disampaikan oleh murid. Oleh karena itu, setiap guru harus waspada terhadap hal
ini dan berusaha seoptimal mungkin menghilangkan “noise” tersebut. Salah satu
gangguan (“noise”) yang dapat menghambat murid di dalam menerima pesan
pembelajaran yang disampaikan adalah dari penggunaan lambang (kegiatan
“encoding”) yang terlalu sulit dan tidak sesuai dengan medan pengalaman murid.
Hal ini dapat dipersulit dan bertambah abstrak karena guru tidak menggunakan
alat peraga seperti yang sudah dijelaskan di atas. Gangguan atau “noise” ini
menjadi bertambah makin banyak, karena beberapa hal seperti : guru berbicara
terlalu cepat, volumenya terlalu lemah/kuat, murid dalam keadaan capai,
mengantuk, kelas ribut dan sebagainya.
Sudah seharusnya
guru sebagai komunikator berusaha sebaik-baiknya untuk mengurangi, kalau tidak
dapat menghilangkan semua gangguan (“noise”) yang mungkin dapat dijumpai dalam
penyelenggaraan kegiatan belajar dan pembelajaran.
Umpan Balik
(Feedback) dalam Proses Belajar Pembelajaran
Dalam kegiatan
komunikasi, termasuk kegiatan pembelajaran, terdapat satu unsur yang harus
selalu diperhatikan oleh sumber atau komunikator, yaitu umpan balik (feedback).
Umpan balik amat penting dalam kegiatan komunikasi karena yang menjadi tujuan
utama kegiatan komunikasi adalah “sharing”, yaitu diterimanya oleh penerima
(murid) pesan yang disampaikan sumber.
Untuk itu,
sementara proses komunikasi berlangsung, sumber harus selalu berusaha untuk
melihat sejauh mana audience telah mencapai pesan yang disampaikan. Upaya untuk
melihat sejauh mana audience telah mencapai tujuan yang diinginkan adalah
dengan memperoleh feedback (umpan balik) dari murid sendiri. Apakah umpan balik
(feedback) itu ?.
Umpan balik
(feedback) adalah semua keterangan yang diperoleh untuk menunjukkan seberapa
jauh murid telah mencapai “sharing” atas pesan yang telah disampaikan.
Keterangan yang dimaksud dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti misalnya
pertanyaan murid terhadap materi pelajaran yang disampaikan, jawaban murid atas
pertanyaan guru, suasana kelas (seperti gaduh, sunyi, ribut dan lain-lain).
Oleh karena itu, guru tidak boleh secara satu arah saja terus menerus
menyampaikan pesan pembelajaran kepada murid. Secara periodik guru harus
memberikan pertanyaan kepada murid untuk memperoleh feedback tentang bagaimana
atau sejauh mana mereka telah dapat menerima (sharing) tentang pesan
pembelajaran yang disampaikan. Juga guru perlu melaksanakan pengamatan
(observasi) secara berkelanjutan kepada bagaimana partisipasi murid dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Tentu saja guru
harus mengambil langkah-langkah perbaikan (remedial) yang bersumber dari hasil
feedback yang telah diperoleh, sehingga dengan demikian selalu terjadi
peningkatan dan perbaikan dalam penyelenggaraan proses dan kegiatan belajar dan
pembelajaran berikutnya.
0 comments:
Post a Comment